09 June 2014

Episode 15: Pelajaran dibalik kepedihan

Selamat pagi.

Ada yang hebat dan luar biasa. Apa itu? Pengendalian hawa nafsu. Kamu jauh lebih hebat dari superman, gatot kaca bahkan lebih hebat dari Abraham Samad, kalo kamu bisa mengendalikan hawa nafsu mu.

Aku mendengar cerita langsung dari sumbernya. Bahkan menyaksikan dengan jelas.

Pengendalian Hawa Nafsu.

Sapi dibakar!
Dibakar api cemburu maksudnya. Hewan berbobot hampir 150kg ini merasakan juga apa itu cemburu. Hampir separuh waktunya di Kandang Biru aku tidak melihat Sapi marah marah.

Hebat memang sapi. Karena makanya rumput. Dia tidak mudah marah. Beda dengan banteng. Lihat warna merah saja marah.

Karena ia tidak mudah marah. Ia juga tidak mudah cemburu. Beda dengan domba. Domba itu childish. Domba yang kekanak kanakan.

Aku menyaksikan bagaimana tambatan hati sapi yang sampai detik ini aku tidak diperkenankan untuk mengenalnya membuat perasaan sapi berantakan.

Gaya hidup tokoh baru yg belum diberikan nama itu jauh berbeda dengan sifat kesederhanaan sapi. Sapi itu bijak. Jangan salah. Dia bisa menasehati dan memberi solusi. Pengalamannya banyak.

Karena perbedaan ini lah yg membuat sapi sedikit menolak tenang. Tapi hanya sekejap. Dia tenang lagi.

Sapi tidak biasa melihat hal ganjil yg nalarnya berkata salah. Nalurinya tidak bisa dibohongi. Ada kekecewaan besar tergambar dari raut muka tua sapi. Ketika sebuah kepercayaan nya terhadap orang yang dikasih tiba tiba luluh lantah akibat sikap sang lawan jenis yang bertolak belakang dengan kebaikan dimata sapi.

Tidak diberikan kabar berlama lama. Siapa yang sanggup? Logika sapi dipaksa berfikir positif.

Nyatanya kenyataan pahit menghantam dinding hati sapi. Sang betina bertingkah dengan dalih kesenangan. Bermacam alasan dan sanggahan sudah pasti disiapkan betina menghadapi pertanyaan sapi. Bahkan sapi pun sudah bisa menebak dengan akurat.

Pengalaman sapi mengajarkan semuanya.

Aku terenyuh melihat keadaan ini. Sapi yang sudah memasakkan pikirannya agar mendarat disatu hati. Dipaksa memuat kembali tanya "Apa dia pantas aku pertahankan" di benak sapi.

Pelan dan sabar sapi menutup percakapan itu dengan beberapa kalimat yang aku anggap sebagai penutup yang manis. Kira kira seperti ini..

"Aku paham dan amat mengerti caramu bergaul. Bahkan aku sudah menaruh kepercayaan ku padamu sebelum kau menorehkan luka disini.

Aku hanya sekedar mengingatkan mu bagaimana seharusnya kamu di usia yang kamu anggap sudah tidak lagi muda.

Bijaklah sebelum melakukan sesuatu.
Pikirkan lah perasaan orang lain.
Matangkan pikiranmu agar nantinya mental mu siap menjadi calon istri ku.

Aku bahkan ingin berterima kasih. Telah mengajarkan ku bagaimana menjadi calon imam yang baik untuk keluarga ku kelak.

Memang aku menaruh harapan dan rasa sayang. Tapi jika ini adalah perwakilanmu dari sebagian sifat sikap mu. Aku rasa bukan keputusan yang salah jika aku menarik kembali apa yang aku titipkan dihatimu. Kepercayaan dan kasih sayang.

Terima kasih atas pelajaran mu:

*Mengajarkan ku menahan kecemburuan ku ketika kamu lebih memilih berjalan dengan sapi jantan lain untuk have fun.

*Mengajarkan ku kesabaran ketika kamu dengan sengaja membiarkan pesan ku yang tidak kunjung kau baca.

*Mengajarkan ku untuk tidak pantang menyerah demi sebuah pekerjaan yang awalnya kudedikasikan untuk kita.

Dan masih banyak ilmu yang kau berikan. Bahkan disaat kau membuat ku sakit. Terima kasih." - Sapi.

Begitulah.

Sapi menutup kalimatnya dengan amat bijak. Aku juga berharap bisa selalu belajar bagaimana mengambil pelajaran berharga dan membuat diri semakin pantas dimiliki oleh orang lain.

Memang ada pepatah lama. Isinya seperti ini:
"Pantaskan dirimu dulu sebelum kamu jatuh cinta dgn orang lain"

Semoga menginspirasi dan bermanfaat. Sampai jumpa di Episode selanjutnya!

Selamat pagi!

No comments:

Post a Comment

Tuliskan komentar mu, nanti di kunjungi balik kok :)